Oleh: Haneda Sri Lastoto, Kepala Perwakilan Ombudsman Jawa Barat & Anggota Fordiskum Bandung
“Kita Versus Korupsi” adalah judul film yang diprakarsai oleh USAID, Komisi Pemberantasan Korupsi, Transparency International untuk Indonesia, dan Management Systems International yang sempat diputar di BIP Bandung. Film yang berdurasi sekitar 70 menit tersebut menampilkan 4 cerita yang berbeda mulai dari peranan seorang kepala desa, kepala sekolah, kepala gudang, dan guru sekolah. Cukup bagus, menarik serta jelas pesan yang disampaikan dalam film tersebut. Hampir tiga perempat kursi dalam gedung terisi oleh penonton hingga akhir acara.
Di tengah-tengah situasi global yang sudah begitu maju budaya dan teknologinya termasuk dampak yang terjadi, pincangnya pertumbuhan-pertumbuhan negara kaya dan negara miskin, isu korupsi masih menjadi persoalan tersendiri di negeri ini. Entah sampai kapan praktik koruptif ini bisa diminimalisasi atau bahkan hilang dari negeri yang religius ini. Sampai-sampai Acil Bimbo pada saat melantunkan lagu “Jual Beli” pun salah satu liriknya begitu menakutkan akibat perilaku koruptif, harga diri kita pun sudah tidak ada.
Selasa, 01 September 2015
Dewan Pers: Media harus berpihak menyikapi RUU Kamnas
Anggota dewan pers, Agus Sudibyo mengatakan, dalam menyikapi Rancangan Undang-Undang Keamanan Nasional (RUU KamNas) media harus tegas menolak dan berpihak.
“Dalam konteks ini sudah harus ada keberpihakan, karena UU Kamnas ini adalah bahaya laten,” ujar Agus saat melakukan petisi menolak RUU Kamnas di Hotel Aryaduta, Jakarta (18/11/2012).
Agus yang tergabung dalam koalisi masyarakat sipil dengan tegas mengungkapkan, jurnalis adalah profesi yang paling terancam dalam UU Kamnas ini.
“Harus ada gerakan politik dari pimpinan redaksi untuk menolak RUU ini,” jelasnya.
Dia juga menduga, undang-undang Kamnas dapat disalahgunakan oleh penguasa.
“Kalau nanti kondisi politik memungkinkan ini akan digunakan sebagai memberanguskan pers,” tegas dia.
Dia juga mencontohkan aksi brutal salah seorang TNI Angkatan Udara yang mencekik seorang wartawan saat hendak mengambil gambar pesawat jatuh beberapa waktu lalu.
“Betapa konyolnya pesawat militer yang jatuh di ruang publik, dikatakan termasuk mengancam keamanan negara, bagaimana jika UU Kamnas di sahkan,” terang dia.
Untuk itu dia mengajak kepada semua elemen masyarakat khususnya media untuk menolak disahkannya UU karet ini.
“Dalam konteks ini sudah harus ada keberpihakan, karena UU Kamnas ini adalah bahaya laten,” ujar Agus saat melakukan petisi menolak RUU Kamnas di Hotel Aryaduta, Jakarta (18/11/2012).
Agus yang tergabung dalam koalisi masyarakat sipil dengan tegas mengungkapkan, jurnalis adalah profesi yang paling terancam dalam UU Kamnas ini.
“Harus ada gerakan politik dari pimpinan redaksi untuk menolak RUU ini,” jelasnya.
Dia juga menduga, undang-undang Kamnas dapat disalahgunakan oleh penguasa.
“Kalau nanti kondisi politik memungkinkan ini akan digunakan sebagai memberanguskan pers,” tegas dia.
Dia juga mencontohkan aksi brutal salah seorang TNI Angkatan Udara yang mencekik seorang wartawan saat hendak mengambil gambar pesawat jatuh beberapa waktu lalu.
“Betapa konyolnya pesawat militer yang jatuh di ruang publik, dikatakan termasuk mengancam keamanan negara, bagaimana jika UU Kamnas di sahkan,” terang dia.
Untuk itu dia mengajak kepada semua elemen masyarakat khususnya media untuk menolak disahkannya UU karet ini.
Bahaya Korupsi Politik
Persoalan korupsi di negeri ini bagaikan benang kusut. Sukar menemukan ujung dan pangkalnya, namun begitu terasa menggrogoti sendi-sendi kehidupan berbangsa. Hasil rilis terbaru survei Transparency International (TI) tentang Corruption Perception Index (CPI) 2013 misalnya, menyebutkan dari 177 negara yang diteliti, Indonesia masih berada di peringkat 144, jauh di bawah negara-negara ASEAN lainnya.
Memang, skor Indonesia dalam survei tersebut meningkat, dari sebelumnya 28 (skor yang sudah bertengger 10 tahun terakhir), kini merangkak menjadi 32. Namun, jika melihat skor sempurna adalah 100 (yakni skor yang mengindikasikan suatu negara sangat bersih dari korupsi), Indonesia jelas masih tertinggal jauh. Indonesia masih terlalu jauh dibandingkan negara-negara seperti Denmark (91), Finlandia (91), Selandia Baru (89), Swedia (89), Norwegia (86), dan Singapura (86).
Memang, skor Indonesia dalam survei tersebut meningkat, dari sebelumnya 28 (skor yang sudah bertengger 10 tahun terakhir), kini merangkak menjadi 32. Namun, jika melihat skor sempurna adalah 100 (yakni skor yang mengindikasikan suatu negara sangat bersih dari korupsi), Indonesia jelas masih tertinggal jauh. Indonesia masih terlalu jauh dibandingkan negara-negara seperti Denmark (91), Finlandia (91), Selandia Baru (89), Swedia (89), Norwegia (86), dan Singapura (86).
Pentingnya Pancasila Bagi NKRI
![]() |
Oleh: Syafran Sofyan, SH., M.Hum (Tenaga Profesional Bidang Hukum & Ham Lemhannas RI) |
Fundametal politik tersebut antara lain pemikiran bahwa UUD 1945 yang singkat sebagaimana aslinya akan memberikan kekuasaan yang besar bagi Presiden sebagai Mandataris MPR untuk menjaga stabilitas politik, didukung oleh partai politik yang sedikit jumlahnya, dengan satu partai atau golongan yang memiliki suara mayoritas dan topangan Angkatan Bersenjata dan PNS yang monoloyalitas pada kekuasaan, yang sebenarnya juga bagian dari partai atau golongan yang dominan tersebut secara historis.
Kondisi tersebut diperkuat dengan pemerintahan yang sentralistik yang menerapkan ideologi pembangunan (ekonomi) dan menempatkan stabilitas politik sebagai jargon politik guna mengamankan pembangunan ekonomi berupa pertumbuhan dan pemerataan.
Hati-Hati dengan Praktek Tipu Riku Lewat SMS
Negara Indonesia adalah negara hukum dimana salah satu ciri negara hukum adalah adanya pengakuan hak-hak warga negara oleh negara serta mengatur kewajiban-kewajiban masyarakatnya atau penduduknya. Hukum dijadikan dasar atau landasan untuk mengatur segala segi kehidupan yang ada dalam masyarakat, yang bertujuan untuk mencapai masyarakat adil dan makmur, spiritual, dan materiil yang merata. Pada saat masyarakat menyadari bahwa saling harga-menghargai dan hormat-menghormati serta menerapkan konsep hidup bertetangga dan bermasyarakat untuk tidak merugikan orang lain, niscaya apa yang menjadi dambaan semua warga masyarakat akan terwujud yakni masyarakat yang sadar dan patuh hukum (law abiding citizen).
Perkembangan teknologi dalam sistem komunikasi (celluler) secara tidak langsung telah menghasilkan ketergantungan dalam kehidupan bermasyarakat, baik masyarakat dalam suatu negara atau pun antar bangsa yang telah mengesankan menciutnya dunia ini, tidak ada satu bagian dunia pun yang terlepas dari pengamatan dan pemantauan. Namun disamping itu pun terdapat juga penyalahgunaan teknologi informasi yang merugikan kepentingan pihak lain sudah menjadi realitas sosial dalam kehidupan masyarakat modern sebagai dampak dari pada kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang tidak dapat dihindarkan lagi bagi bangsa-bangsa yang telah mengenal budaya teknologi (the culture of technology).
Sebuah teori menyebutkan: "crime is a product of society its self, yang secara sederhana dapat diartikan bahwa masyarakat itu sendirilah yang melahirkan suatu kejahatan. Semakin tinggi tingkat intelektualitas suatu masyarakat, semakin canggih pula kejahatan yang mungkin terjadi dalam masyarakat itu.
Perkembangan teknologi dalam sistem komunikasi (celluler) secara tidak langsung telah menghasilkan ketergantungan dalam kehidupan bermasyarakat, baik masyarakat dalam suatu negara atau pun antar bangsa yang telah mengesankan menciutnya dunia ini, tidak ada satu bagian dunia pun yang terlepas dari pengamatan dan pemantauan. Namun disamping itu pun terdapat juga penyalahgunaan teknologi informasi yang merugikan kepentingan pihak lain sudah menjadi realitas sosial dalam kehidupan masyarakat modern sebagai dampak dari pada kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang tidak dapat dihindarkan lagi bagi bangsa-bangsa yang telah mengenal budaya teknologi (the culture of technology).
Sebuah teori menyebutkan: "crime is a product of society its self, yang secara sederhana dapat diartikan bahwa masyarakat itu sendirilah yang melahirkan suatu kejahatan. Semakin tinggi tingkat intelektualitas suatu masyarakat, semakin canggih pula kejahatan yang mungkin terjadi dalam masyarakat itu.
Langganan:
Postingan (Atom)