Sudahkah anda tahu tentang sumpah yang yang memiliki kekuatan pembuktian dan pengaturannya dalam hukum di Indonesia?
Sempat ramai dibicarakan tentang sumpah pocong yang didengungkan berkali-kali oleh seorang pengacara yang “ngartis”. Di sisi lain, banyak orang yang berani bersumpah mengenai penyangkalan atas suatu perbuatan yang dituduhkan.
Sebelum anda bersumpah serapah, simak beberapa ketentuan di bawah ini tentang sunpah.
Pengaturan tentang sumpah
(1). HIR, membagi pembahasan sumpah menjadi 2 Bagian:
- Pasal 155, 156, 157 dan 158 (BAB IX), pada Bagian Pertama, Tentang Pemeriksaan Pekera dalam Persidangan
- Pasal 177 (BAB IX), pada Bagian Kedua, Tentang Pembuktian.
- Sumpah pihak, atau sumpah “decisoir“, yaitu sumpah yang dibebankan oleh salah satu pihak yang berperkara kepada pihak yang lain;
- Sumpah jabatan, atau sumpah suppletoir, yaitu sumpah yang menurut jabatan diperintahkan oleh hakim kepada salah satu pihak yang berperkara.
Lagi pula pihak lawan tidak diperkenankan untuk melawan pada kebenaran sumpah yang telah diucapkan itu; walaupun hal ini tidak mengurangkan, bahwa ia senantiasa berhak untuk mengadukan pihak lawannya supaya dituntut kriminal tentang sumpah palsu yang tersebut dalam pasal 242 KUHP.
(2). RBG, membagi pembahasan sumpah juga menjadi 2 Bagian:
- Pasal 182, 183, 184 dan Pasal 185, dalam Titel IV, Bagian I, Pemeriksaan Sidang Pengadildan;
- Pasal 134, dalam Titel V, Bukti dalam Perkara Perdata.
Berdasarkan ketentuan Pasal 1929 ada dua macam sumpah di hadapan Hakim, yaitu:
- sumpah yang diperintahkan oleh pihak yang satu kepada pihak yang lain untuk pemutusan suatu perkara; sumpah itu disebut Sumpah Pemutus;
- sumpah yang diperintahkan oleh Hakim karena jabatan kepada salah satu pihak.
Syarat Formil atas Sumpah Pemutus ini, adalah: Tidak ada bukti apa pun, inisiatif berada pada pihak yang memerintahkan, suatu perbuatan yang dilakukan sendiri (perbuatan yang dilakukan sendiri oleh yang bersumpah).
Sumpah Tambahan (Aanbullende eed atau suppletoire eed) yang diatur dalam Pasal 1940 KUHPer. Secara garis besar sumpah ini diucapkan oleh salah satu pihak atas perintah Hakim, karena jabatannya. Tujuannya, dengan sumpah tersebut dapat diputuskan mengenai perkara atau jumlah uang yang dikabulkan.
Syarat Formil atas Sumpah Tambahan ini, adalah: Alat Bukti tidak mencukupi dan atas perintah hakim.
M. Yahya Harahap, dalam bukunya yang berjudul HUKUM ACARA PERDATA (Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan), Cetakan Pertama, terbitan Sinar Grafika, April 2005, pada halaman 746, menjelaskan bahwa Syarat Formil Sumpah agar dapat dijadikan sebagai suatu Alat Bukti yang Sah dengan memenuhi kriteria, berikut ini:
- Ikrar diucapkan secara lisan;
- Di ucapkan di Muka Hakim dalam Persidangan (vide Pasal 1929 KUHPer jo. 158 ayat (1) HIR).;
- Dilaksanakan di hadapan pihak lawan (vide Pasal 1945 ayat (4) KUHPer);
- Tidak ada Alat Bukti Lain (vide Pasal 1930 ayat (2) dan Pasal 1941 KHUPer, 156 ayat (1) HIR).
Yang perlu dipahami adalah, ketika para pihak memiliki alat bukti lain yang diajukan di persidangan, dilarang menerapkan alat bukti sumpah. Karena ketika sumpah dilakukan maka alat bukti yang sudah ada akan dikesampingkan. (Asharyanto/ Bimo Prasetio/ strategihukum.net)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar