Anggota dewan pers, Agus Sudibyo mengatakan, dalam menyikapi Rancangan Undang-Undang Keamanan Nasional (RUU KamNas) media harus tegas menolak dan berpihak.
“Dalam konteks ini sudah harus ada keberpihakan, karena UU Kamnas ini adalah bahaya laten,” ujar Agus saat melakukan petisi menolak RUU Kamnas di Hotel Aryaduta, Jakarta (18/11/2012).
Agus yang tergabung dalam koalisi masyarakat sipil dengan tegas mengungkapkan, jurnalis adalah profesi yang paling terancam dalam UU Kamnas ini.
“Harus ada gerakan politik dari pimpinan redaksi untuk menolak RUU ini,” jelasnya.
Dia juga menduga, undang-undang Kamnas dapat disalahgunakan oleh penguasa.
“Kalau nanti kondisi politik memungkinkan ini akan digunakan sebagai memberanguskan pers,” tegas dia.
Dia juga mencontohkan aksi brutal salah seorang TNI Angkatan Udara yang mencekik seorang wartawan saat hendak mengambil gambar pesawat jatuh beberapa waktu lalu.
“Betapa konyolnya pesawat militer yang jatuh di ruang publik, dikatakan termasuk mengancam keamanan negara, bagaimana jika UU Kamnas di sahkan,” terang dia.
Untuk itu dia mengajak kepada semua elemen masyarakat khususnya media untuk menolak disahkannya UU karet ini.
“Dewan pers dalam waktu dekat akan mengkritisi RUU ini, dan kalau semua pimpinan media berbondong-bondong ke DPR untuk menolak UU ini, saya pikir ini akan lebih efektif,” tandasnya.
RUU Kamnas Hambat Pengesahan UU Rahasia Sandi Negara
Seperti diketahui, Rancangan Undang-Undang (RUU) Keamanan Nasional saat ini masih tarik ulur pengesahannya. Hal itu mengakibatkan terhambatnya kepada proses UU Rahasia Sandi Negara, sebagai lembaga pelindung dalam hal ini cyber crime. Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg) sendiri membutuhkan restu dari banyak pihak, salah satunya Institusi Kepolisian.
Kepala Lemsaneg Djoko Setiadi, mengatakan sudah banyak pihak dan lembaga yang mendorong untuk merancang Undung-undang rahasia negara. Namun menurutnya kepolisian masih minta pengajuannya untuk disempurnakan dan menanti hasil dari RUU Kamnas yang masih belum sah.
“Kami sedang merancang. Kami belum disetujui, dan satu institusi yang belum membubuhi yakni polisi,” katanya di Kampus ITB, Bandung, Rabu (7/11/2012).
Kata Djoko, Kepolisian masih meminta kejelasan mengenai RUU Kamnas yang sedang dalam perbaikan. “Ini masih jadi ganjalan. Kita terjadi sedikit hambatan. Kita akan lahir setelah ada RUU Kamnas,” ungkapnya.
Namun pihaknya kini tengah berupaya untuk memperbaiki rancangan yang tengah disusun.
Menurutnya kejahatan dalam dunia maya (cyber crime) sudah menjadi masalah utama. Apalagi semakin berkembangnya teknologi membuat tingkat kewaspadaan harus ditingkatkan.
“Indonesia ini sekarang ibarat di nina bobokan dengan berbagai teknologi yang masuk, namun bilamana lengah suatu saat bukan berarti ancaman akan datang,” katanya.
Selain BIN dan Kementerian Luar Negeri sebagai fungsi pengawas, Lemsaneg juga tengah memperkuat SDM yang diantaranya menggandeng ITB sebagai pengembang keilmuan. ITB dipercaya dapat membantu dalam bidang penelitian dan rekayasa teknologi di bidang Cyber Security.
“Saya harapkan dukungan semua pihak. Karena negara berkembang tak lepas dari ancaman cyber, jika tidak waspada kita khawatir kehancuran akan menyerang,” ujarnya.
Di era keterbukaan informasi ini, rentan menjadi sasaran kejahatan siber. Misalnya negara Estonia pada 2007 lalu yang dimana satu negara nyaris lumpuh karena jaringan yang di hacker oleh pihak tidak bertanggung jawab. “Ini yang harus kita antisipasi,” tandasnya.
Khawatirkan abuse of power, KWI tolak RUU Kamnas
Sementara itu, Uskup Agung Jakarta Mgr Ignatius Suharyo menilai Rancangan Undang-undang keamanan nasional untuk saat ini tidak cocok diterapkan di Indonesia. Menurutnya hal ini sangat berpotensi melanggar Hak Asasi Manusia.
“Kalau disahkan nantinya akan dikhawatirkan terjadi yang namanya abuse of power,” jelas Uskup Suharyo di Gedung Konferensi Waligereja Indonesia, Jakarta, Jumat (16/11/2012).
Suharyo berpendapat, pemerintah Indonesia kerap kali merancang UU untuk mengatasi masalah yang sepotong-potong dan tidak menyeluruh.
“Melihat banyak pula UU yang dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi, kenapa bisa seperti itu?” Tanya dia.
Lebih jauh dia mengomentari perihal Undang-undang Keamanan Nasional ini menurutnya juga tidak berpihak pada UU yang menyangkut HAM. “Pasal 28 berkaitan dengan HAM, kenapa itu tidak masuk, bagi saya, UU keamanan ini sungguh masih sangat jauh dari harapan,” tuturnya.
Untuk itu dia berharap, para pemangku kebijakan publik untuk lebih mencermati UU Kamnas ini demi terciptanya kedamaian di Indonesia.
“Tolong yang bergerak dalam bidang ini untuk mencermati, perlu atau tidaknya undang-undang ini, saya sebagai pimpinan KWI berharap supaya mereka sungguh berfikir,” tegasnya.
Apakah artinya KWI tidak setuju dengan RUU Kamnas? “Dalam bentuk sekarang tentu tidak,” tegasnya.
RUU Kamnas Dinilai Tidak Tepat Diterapkan di Indonesia
Terpisah, Rancangan Undang-undang Keamanan Nasional (RUU Kamnas) kembali mendapat penolakan. RUU Kamnas dinilai tidak tepat disahkan karena Indonesia sudah memiliki aturan legalitas yang cukup.
“Negeri kita ini membutuhkan UU apa? Setiap ada kasus dijawab dengan UU kan susah. Sehingga yang ada tidak dilaksanakan,” ujar Uskup Agung Jakarta,Mgr. Ignatius Suharyo di kantor Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Jakarta, Jumat (16/11/2012).
Suharyo pun menjelaskan bawah Indonesia tidak hanya kebanyakan Undang-undang. Tetapi juga peraturan. Jika tim yang merumuskan sebuah Undang-undang atau peraturan tidak berhasil, maka diganti dengan tim lain.
“Terlalu banyak orang yang tidak efisien. Terlalu banyak aturan yang tidak efisien,” ujarnya.
Suharyo pun berharap agar pemerintah mendengar kajian ahli tentang RUU Kamnas tersebut. Menurutnya, RUU Kamnas harus dikaji lebih dalam dengan ahlinya karena ini menyangkut kemanusiaan.
“Bahayanya ini soal keamanan dan menyangkut hidup manusia. Menyangkut hak azasi manusia, menyangkut abuse of power (penyalahgunaan kekuasaan) dan sebagainya,” ujarnya.
Sebagai pemimpin gereja Katolik, Suharyo mengatakan bahwa gereja Katolik mengikuti apa yang disuarakan masyarakat. Sebab menurutnya, ini adalah ranah para ahli di bidang keamanan dan UU.
“Gereja Katolik tentu sangat mengharapkan saudara-saudara yang bergerak di bidang seperti ini yang akan menyuarakan. Bukan suara gereja tetapi suara seluruh warga negara Indonesia,” katanya.
Kontras: Prabowo dan Wiranto Punya Kepentingan dengan RUU Kamnas
Sementara, Peneliti Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Puri Kencana Putri menilai pemimpin partai yang memiliki latar belakang sebagai militer seperti Prabowo Subianto di Partai Gerindra dan Wiranto di Partai Hanura memiliki kepentingan dalam pengesahan Rancangan Undang-Undang Keamanan Nasional (RUU Kamnas).
“Dalam RUU Kamnas ini pemimpin parpol yang memiliki latar belakang militer seperti Prabowo di Gerindra dan Wiranto di Hanura memiliki kepentingan dalam RUU Kamnas Ini,” kata Puri dalam konferensi pers penolakan Draft Baru RUU Kamnas di kantor Imparsial, Jakarta, Kamis (1/11/2012).
Kontras punya prediksi seperti itu, kata Puri, karena mantan Jendral TNI atau aktor-aktor keamanan itu masih memiliki ruang-ruang komunikasi aktif dengan institusi TNI pada saat ini.
“Jelas mereka adalah jenderal-jenderal yang masih memiliki pengaruh sampai sekarang,” tutur Puri.
Selain itu Puri juga mengatakan orang-orang yang saat ini masuk dalam jajaran Partai Gerindra atau Partai Hanura itu adalah jenderal-jenderal yang masih memiliki satu otoritas dan masih sangat kuat dalam kalangan TNI dengan basis komando seperti itu.
“Nah, menariknya ketika Gerindra mengubah mekanisme struktur kepartaiannya dengan meletakkan mantan Jenderal saat ini, begitu pula dengan Hanura,” imbuhnya.
“Nah, ketika RUU Kamnas disahkan, potensi TNI masuk ke ranah sipil di daerah-daerah akan sangat mempermulus pemenangan-pemenangan parpol dan capres di masa depan. Itu sangat potensial dalam menggunakan unsur TNI dalam pemilu 2014. Ini menguntungkan parpol yang isinya banyak terdapat jenderal,” kata Puri. (Merdeka/TRIB/Lips6. Foto: www.republika.co.id)
Sumber: http://rajawalinews.com/9042/dewan-pers-media-harus-berpihak-menyikapi-ruu-kamnas/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar