Foto ilustrasi: www.abc.net.au |
Prostitusi atau pelacuran merupakan penyakit masyarakat yang semakin marak sekarang ini dan mempunyai sejarah panjang. Sejak adanya kehidupan manusia telah diatur norma-norma perkawinan, dan sejak saat itu pula pelacuran sebagai salah satu penyimpangan dari pada norma-norma perkawinan tersebut lahir dimana tidak da habis-habisnya yang terdapat disemua negara di dunia, tidak hanya di Indonesia. Walaupun prostitusi sudah ada sejak dulu, namun masalah prostitusi yang dulu dianggap tabu atau tidak bisa. Namun pada jaman sekarang, prostitusi oleh masyarakat Indonesia dianggap menjadi suatu yang biasa dan hampir ada disetiap daerah, tidak hanya di kota-kota besar namun mencakup keseluruh daerah terpencil sekalipun.
Norma-norma sosial jelas mengharamkam keberadaan prostitusi, bahkan sudah ada UU mengenai praktek prostitusi yang ditinjau dari segi yang ditinjau dari segi Yuridis yang terdapat dalam KUHP yaitu mereka yang menyediakan sarana tempat persetubuhan (pasal 296 KUHP), mereka yang mencarikan pelanggan bagi pelacur (pasal 506 KUHP), dan mereka yang menjual perempaun dan laki-laki dibawah umur untuk dijadikan pelacur (pasal 297 KUHP). Dunia kesehatan juga menunjukan yang mengerikan seperti HIV/AIDS akibat adanya pelacuran di tengah masyarakat.
Meski demikian, perbuatan prostitusi masih ada, bahkan terorganisir secara professional dan rapi.
Tempat-tempat prostitusi disediakan, dilindungi oleh hukum bahkan mendapatkan fasilitas-fasilitas tertentu. Konsumennya pun beraneka ragam dari orang miskin sampai orang kaya. Dari kalangan pejabat sampai rakyat biasa pengemudi becak dan juga direktur.
Secara nalar sangat sulit untuk dibayangkan ada orang yang ingin hidup untuk menjadi seorang pelacur. Meski ada sebab-sebab lain yang mendorong seseorang itu untuk melacur, namun perbuatannya itu sangatlah tidak rasional. Kebanyakan alasan mereka para pelaku prostitusi hanya ingin mendapatkan uang banyak dengan mudah dan dengan dan dalam waktu yang singkat, ada juga karena dari keluarga broken home, keluarga berada namun kurang kasih sayang dan yang paling parah yaitu alasan karena hobi yang ia jalankan. Jadi tidak hanya kepuasan batin saja, melainkan kepuasan lahir dan kenikmatan sementara ia dapatkan dan rasakan.
Hal ini merupakan PR bagi bangsa kita untuk mencari sebab-sebab yang merongrong seseorang itu untuk berbuat melacur. Sebab-sebab terjadi pelacuran haruslah dilihat dan dicermati dari faktor-faktor endogen (dari dalam) dan eksogen (dari luar) serta banyak sekali alasan-alasan mengapa wanita dan gadis-gadis bahkan janda-janda memasuki pekerjaan kotar dan hina ini, akan tetapi alasan ekonomi dan psikologilah yang paling menonjol dari semua alasan yang ada.
Sampai sekarang prostitusi belum bisa dihentikan secara merata oleh pemerintah, malah bahkan pemerintah seoah-olah melergalkan praktek ini. Prostitusi seperti sudah mendarah daging dan sulit untuk diputus dan dilepaskan dari para pelaku. Salah satu cara hanya dengan menekan laju praktek-praktek yang berbau prostitusi. (Sumber: www.s2hukum.blogspot.co.id)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar