Ilmu hukum diterapkan untuk urusan manusia dengan kompleksitas yang tidak terbatas dalam aturan tertentu yang secara jelas atau tersirat diadopsi oleh mereka sebagai petunjuk bagi setiap individu. Dalam ilmu hukum, pengacara bekerja secara profesional. Ia dibutuhkan sebagai penasihat hukum atau untuk membela hak seseorang di dalam pengadilan ketika terjadi perselisihan. Pengacara bekerja secara profesional, oleh karena itu dibutuhkan kekuatan intelektual dalam mempengaruhi pikiran orang lain. Jika ia menasihati kliennya, atau berusaha membujuk juri di pengadilan, ia berusaha mempertahankan argumennya untuk mempengaruhi keputusan orang lain. Oleh karena itu, karakter dari pengacara merupakan suatu hal yang sangat penting.
Untuk praktik sebagai pengacara tidak hanya menyimpan informasi dalam pikiran tetapi juga pengembangan karakter. Untuk dapat menasihati dan meyakinkan, tidak hanya sekedar mengetahui keterangan yang ada. Kemampuan berbicara, strategi, kemampuan mengontrol sifat dan kemampuan memberikan pendapat atau pertimbangan yang tepat adalah hal untuk dapat mempengaruhi pikiran orang lain di dalam masalah hukum.
Ada 6 hal penting dalam edukasi pengacara:
- Memiliki pikiran dengan prinsip hukum dan keputusan hukum.
- Mengetahui di mana dan bagaimana memperoleh keterangan dengan cepat.
- Memiliki argumentasi yang jelas, tepat dan ringkas baik secara lisan maupun tulisan.
- Mengontrol sifatnya dan tidak memihak serta pengamatan kritis terhadap sesama manusia.
- Melatih pikiran untuk dapat berpikir cepat, jelas dan tepat.
- Melatih hati nuraninya, sehingga dapat melihat dengan jelas dan memutuskan dengan tepat.
Tidak ada kode etik yang dibuat untuk dapat memecahkan banyaknya masalah moral yang ada dalam profesi pengacara. Kode etik ini berguna sebagai prinsip dan aturan yang mungkin dapat menyelamatkan pengacara muda dan belum berpengalaman dari hal-hal memalukan selagi mereka mencari pengalaman. Saat meragukan tentang etika hukum dan etika profesional, hal ini merupakan aturan yang tepat untuk berkonsultasi dengan beberapa anggota agar mendapat pengalaman yang matang. Pengacara muda tidak perlu ragu-ragu untuk bertanya atau meminta nasihat kepada anggota pengacara lainnya.
Untuk mempermudah, kode etik dikelompokkan menjadi 6 bagian:
- Kepribadian pengacara
- Metode memperoleh bisnis
- Hubungan dengan klien
- Hubungan dengan pengacara lain
- Hubungan dengan pengadilan
- Tugas dalam menjalankan profesinya
- Mendahulukan kepentingan orang yang dibantu, apakah itu klien atau pasien.
- Mengabdi pada tuntunan luhur profesi.
Untuk menegakkan etika, setiap profesi, baik profesi pada umumnya maupun profesi luhur, memiliki prinsip-prinsip yang wajib ditegakkan. Prinsip-prinsip ini pada umumnya dicantumkan dalam kode etik profesi yang bersangkutan. Kode etik ini bersifat komplementer, saling mengisi dan menguatkan jati diri profesi hukum. Kode etik adalah nilai-nilai dan norma-norma moral yang wajib diperhatikan dan dijalankan oleh profesional hukum. Kode etik ini menjadi ukuran moralitas anggota profesi hukum, motivasi tindakan dan ruang lingkup di mana tindakan itu dilakukan. Oleh karena itu, kode etik mengikat para pelaku profesi hukum sehingga menjadi self imposed atau beban kewajiban bagi dirinya sendiri untuk senantiasa dilaksanakan dalam keadaan apa pun. Kode etik ini bertujuan untuk mencegah terjadinya perilaku tidak bermoral pada kalangan profesi hukum.
Jurnal ini membahas hal-hal yang perlu diperhatiakan oleh seorang pengacara ketika melaksanakan profesinya. Hal-hal tersebut dibagi ke dalam 6 bagian besar dan masing-masing bagian terdapat etika-etika yang harus dijalankan oleh seorang pengacara. Di Indonesia hal ini dinamakan Kode Etik Advokat/Penasehat Hukum. Sebagian besar etika yang terdapat pada jurnal ini, juga terdapat dalam Kode Etik Advokat/Penasehat hukum Indonesia diantaranya yang mengatur tentang kepribadian seorang pengacara, hubungan dengan klien dan hubungan dengan sesama advokat.
Terkait kepribadian seorang pengacara, pengacara harus bersifat sopan santun baik terhadap klien, penegak hukum maupun terhadap sesama pengacara. Dalam Kode Etik Advokat/Penasehat Hukum Indonesia, hal ini diatur dalam Pasal 4. Begitu juga seperti yang dibahas dalam jurnal ini. Seorang pengacara harus memiliki sikap yang sopan, berwibawa dalam penampilan serta harus memiliki mental yang kuat. Untuk meyakinkan klien dan juri di pengadilan, seorang pengacara harus mempunyai reputasi untuk keadilan dan integritas. Untuk mempertahankan pendapatnya, tidak hanya dibutuhkan reputasi tetapi juga kualitas dari pengacara itu sendiri. Pendapat dari pengacara tidak akan dipercaya jika argumentasinya tidak kuat. Hal lain yang penting terkait kepribadian pengacara adalah seorang pengacara harus dapat menjaga sikapnya dalam setiap waktu dan dalam keadaan apapun.
Dalam menjalankan pekerjaannya, seorang pengacara mendahulukan kepentingan klien dari pada kepentingan pribadinya. Kemudian, seorang pengacara harus selalu memegang rahasia kliennya dan wajib tetap menjaga rahasia tersebut walaupun hubungan pengacara dengan kliennya telah berakhir. Hal ini diatur dalam Pasal 7 Kode Etik Advokat/ Penasehat hukum Indonesia. Terkait hubungan dengan klien, jurnal ini juga membahas hal tersebut. Pengacara tidak boleh membuka rahasia klien apalagi dimanfaatkan untuk kepentingan si pengacara sendiri maupun orang lain yang terlibat dalam perkara.
Kode etik menunjukkan arah moral bagi suatu profesi dan juga sekaligus menjamin mutu moral profesi itu di mata masyarakat. Kode etik memang tidak seperti Undang-Undang yang memiliki sanksi tegas. Namun, Kode etik harus tetap diperhatikan serta dijalankan oleh para pengacara atau profesi hukum lainnya. Dalam menjalankan tugasnya diharapkan pengacara berpedoman pada Kode etik ini. Dengan adanya kode etik kepercayaan masyarakat akan suatu profesi dapat diperkuat, karena setiap klien mempunyai kepastian bahwa kepentingannya akan terjamin.
Daftar Pustaka
Darmodiharjo, Darji dan Shidarta. Pokok-Pokok Filsafat Hukum. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1995.
Kansil, C.S.T. Pokok-Pokok Etika Profesi Hukum, cet.2. Jakarta: Pradnya Paramita, 2003.
Kanter, E.Y. Etika Profesi Hukum, cet.1. Jakarta: Storia Grafika, 2001.
Pricard, Frank. P. “Legal Ethics” http://www.jstor.org/stable/3306979. Diunduh
14 September 2013.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar