Minggu, 22 November 2015

LPSK Ajak Negara ASEAN Bersatu Berantas Perdagangan Orang

Ditandatanganinya ASEAN Convention Against Trafficking in Person, Especially Women and Children (ACTIP) oleh kepala negara/pemerintahan ASEAN, membawa angin segar dalam pemberantasan tindak pidana perdagangan orang, khususnya di wilayah Asia Tenggara.

Pengesahan Konvensi Anti-Perdagangan Manusia Khususnya Anak-anak dan Perempuan memperlihatkan kesatuan pola pikir dan tindak dari para pemimpin negara-negara ASEAN terhadap tindakan yang bertentangan dengan harkat dan martabat manusia serta melanggar hak asasi manusia (HAM).

Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Abdul Haris Semendawai mengakui, kejahatan perdagangan orang di kawasan ASEAN sudah sangat memprihatinkan.

Selain menjadi masalah internal negara-negara ASEAN, perdagangan orang ini juga mengancam kehidupan bernegara di kawasan regional Asia Tenggara. Hal itu disebabkan perdagangan orang meluas dalam bentuk jaringan kejahatan yang terorganisasi dan tidak terorganisasi, baik bersifat antarnegara maupun dalam negeri.

"Sudah saatnya negara-negara bersatu memberantas kejahatan yang bertentangan dengan HAM ini," kata Semendawai, Minggu (22/11) di Jakarta.


Pentingnya kerangka hukum di antara negara-negara ASEAN, menurut Semendawai, bertujuan memudahkan koordinasi, pencegahan dan penindakan terhadap kejahatan perdagangan orang.

Sebab, tidak tertutup kemungkinan, para korban perdagangan orang disuplai dari satu negara dan dieksploitasi di negara lainnya. Dengan disahkannya konvensi ini diharapkan terjalin koordinasi yang lebih baik lagi antaraparat hukum dari masing-masing negara.

"Indonesia sudah memiliki perangkat hukum menghadapi perdagangan orang, dan kini diperkuat lagi dengan kehadiran ACTIP," ujar Semendawai.

Dijelaskan, ACTIP bertujuan mencegah dan memerangi penjualan manusia, khususnya wanita dan anak-anak; melindungi dan membantu korban penjualan manusia untuk mendapatkan kehidupan yang layak; dan melakukan kerja sama dengan pihak-pihak terkait untuk mewujudkan tujuan dari ACTIP.

Hal tersebut selaras dengan tugas dan fungsi LPSK yang memberikan perlindungan dan bantuan bagi saksi dan/atau korban. Salah satunya dalam kasus perdagangan orang.

"Tindak pidana perdagangan orang salah satu kasus prioritas LPSK, disamping beberapa tindak pidana lain sesuai UU No 31/2014," ucapnya.

Sebelumnya, LPSK sudah lebih dulu membangun Jaringan Perlindungan Saksi dan Korban ASEAN. Pertemuan yang dihadiri perwakilan beberapa negara di kawasan ASEAN dilaksanakan di Kota Yogyakarta pada Agustus lalu.

Salah satu isu strategis yang dibicarakan dalam pertemuan yakni kejahatan perdagangan orang. Selain itu, saat ini LPSK juga tengah menangani kasus perdagangan orang di Benjina, dimana korbannya merupakan warga negara Myanmar. Dalam waktu dekat, kasus ini segera disidangkan di Pengadilan Tual, Maluku.

Karena korban merupakan warga Myanmar, LPSK harus turun langsung ke Myanmar untuk bertemu dengan para korban dan berupaya menghadirkan mereka dalam persidangan. Dengan catatan, LPSK memberikan perlindungan dan bantuan bagi mereka selama berada di Indonesia.

"Hal ini sulit terealisasi jika tidak ada koordinasi yang baik antara kita dengan aparat hukum Myanmar," kata Semendawai. (beritasatu.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar