Minggu, 20 November 2016

TEORI KEADILAN

PENDAHULUAN
Masalah keadilan masih menjadi perdebatan dan perbincangan di tengah-tengah masyarakat golongan menengah atas sampai menengah ke bawah. Sejak dahulu sampai saat ini di semua negara memiliki kebijakan aturan yang menghendaki tercapainya suatu prinsip keadilan bagi masyarakat. Namun prinsip yang dicapai tersebut belum mencapai titik temu dalam pengertian bahwa konsep keadilan yang diterapkan oleh suatu negara hanya berlaku bagi negara yang membuat kebijakan itu sendiri bahkan cinderung menyimpang dengan prinsip-prinsip keadilan yang sebenarnya. Jika penyimpangan keadilan dibiarkan maka akan ada peluang terjadinya praktek ketidakadilan di suatu masyarakat.
Tidak berkelebihan jika problematika yang paling fundamental mengenai persoalan ketidakadilan masih saja terjadi dan menjadi perdebatan. Ketidakadilan yang terjadi adalah kaitannya dengan berbagai aspek di antaranya dalam bidang hukum, etika, politik, dan sosial, dan lain sebagainya. Seandainya sistem keadilan sudah tertata rapih dan terjadinya pemerataan keadilan maka penulis optimis tidak akan terjadi aksi protes yang disertai kekerasan maupun perilaku diskriminatif yang cenderung akan merugikan semua pihak.
Aristoteles, seorang filosof yang pertama kali yang merumuskan arti keadilan mengatakan bahwa keadilan adalah memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi haknya, fiat jutitia bereat mundus.[1] Selanjutnya dia membagi keadilan dibagi menjadi dua bentuk yaitu: Pertama, keadilan distributif, adalah keadilan yang ditentukan oleh pembuat undang-undang, distribusinya memuat jasa, hak, dan kebaikan bagi anggota-anggota masyarakat menurut prinsip kesamaan proporsional. Kedua, keadilan korektif, yaitu keadilan yang menjamin, mengawasi dan memelihara distribusi ini melawan serangan-serangan ilegal.
John Stuart Mill berpendapat bahwa eksistensi keadilan merupakan aturan moral. Moral adalah bicara mengenai baik dan buruk. Aturan moral itu harus difokuskan untuk kesejahteraan manusia. Sementara itu yang menjadi esensi atau hakikat keadilan adalah merupakan hak yang diberikan kepada individu untuk melaksanakannya. Berbeda dengan Notonegoro, dia melihat sering kali institusi, khususnya institusi pemerintah selalu melindungi kelompok ekonomi kuat, sedangkan masyarakat sendiri tidak pernah dibelahnya.

PEMBAHASAN
A.  Pengertian Teori Keadilan
Teori yang mengkaji dan menganalisis tentang keadilan dari sejak Aristoteles sampai saat ini disebut dengan teori keadilan. Teori keadilan yang dalam bahasa Inggris disebut dengan theory of justice, sedangkan dalam bahasa Belandanya disebut dengan theorie van rechtvaardigheid terdiri dari dua kata yaitu:
1.    Teori
2.    Keadilan
Kata keadilan berasal dari kata adil. Dalam bahasa Inggris disebut “justice”, bahasa Belanda disebut dengan “rechtvarding”. Adil diartikan dapat diterima secara objektif.[2] Keadilan dimaknakan sifat (perbuatan, perlakuan) yang adil.[3] Ada tiga pengertian adil yaitu:
1.    Tidak berat sebelah atau tidak memihak
2.    Berpihak pada kebenaran
3.    Sepatutnya atau tidak sewenang-wenang
Pengertian tentang keadilan dikemukakan oleh John Stuart Mill dan Notonegoro. John Stuart Mill menyajikan pendapatnya tentang pengertian keadilan adalah:
“Nama bagi kelas-kelas aturan moral tertentu yang menyoroti kesejahteraan manusia, lebih dekat daripada dan karenanya menjadi kewajiban yang lebih absolute-aturan penuntun hidup apa pun yang lain. Keadilan juga merupakan konsepsi dimana kita menemukan salah satu esensinya, yaitu hak yang diberikan kepada individu-mengimplikasikan dan memberikan kesaksian mengenai kewajiban yang lebih mengikat”.[4]
Ada dua hal yang menjadi fokus keadilan yang dikemukakan oleh John Stuart Mill yang meliputi:
1.    Eksistensi keadilan dan
2.    Esensi keadilan
Menurut John Stuart Mill bahwa eksistensi keadilan merupakan aturan moral. Moral adalah bicara mengenai baik dan buruk. Aturan moral itu harus difokuskan untuk kesejahteraan manusia. Sementara itu yang menjadi esensi atau hakikat keadilan adalah merupakan hak yang diberikan kepada individu untuk melaksanakannya. Notonegoro juga menyajikan tentang teori konsep keadilan. Keadilan adalah:
“Kemampuan untuk memberikan diri sendiri dan orang lain apa yang semestinya, apa yang telah menjadi haknya. Hubungan antara manusia yang terlibat di dalam penyelenggaraan keadilan terbentuk dalam pola yang disebut hubungan keadilan segitiga, yang meliputi keadilan distributif (distributive justice), keadilan bertaat atau legal (legal justice) dan keadilan komutatif (commutative justice)”.[5]
Defenisi di atas hanya menganalisa pengertian keadilan, tidak menyajikan tentang konsep teori keadilan (a theory of justice). Untuk itu perlu disajikan pengertian teori keadilan. Teori keadilan merupakan:
“Teori yang mengkaji dan menganalisis tentang ketidakberpihakan kebenaran atau ketidaksewenang-wenangan dari institusi atau individu terhadap masyarakat atau individu yang lainnya”.
Fokus teori ini pada keadilan yang terjadi dalam masyarakat, bangsa dan negara. Keadalian yang hakiki adalah keadilan yang terdapat dalam masyarakat. Dalam realitasnya yang banyak mendapatkan ketidakadilan adalah kelompok masyarakat itu sendiri. Sering kali institusi, khususnya institusi pemerintah selalu melindungi kelompok ekonomi kuat, sedangkan masyarakat sendiri tidak pernah dibelahnya.
 
B. Jenis-Jenis Keadilan
Aristoteles membagi keadilan menjadi dua macam, yaitu:
1.    Keadilan dalam arti umum
2.    Keadilan dalam arti khusus[6]
Keadilan dalam arti umum adalah keadilan yang berlaku bagi semua orang. Tidak membeda-bedakan antara orang yang satu dengan yang lainnya. Justice for all. Keadilan dalam arti khusus merupakan keadilan yang berlaku hanya ditujukan pada orang tertentu saja (khusus). Aristoteles mengemukakan dua konsep keadilan yaitu menurut:
1.    Hukum
2.    Kesetaraan
Istilah tidak adil dipakai, baik bagi orang yang melanggar hukum maupun orang yang menerima lebih dari haknya, yaitu orang yang berlaku tidak jujur. Orang yang taat pada hukum dan yang jujur keduanya pasti adil. Sehingga orang yang adil berarti mereka yang benar menurut hukum dan mereka yang berlaku seimbang atau jujur. Yang tidak adil berarti mereka yang melanggar hukum atau mereka yang berlaku tidak seimbang atau tidak jujur. Yang benar menurut hukum memiliki makna yang luas dan kesetaraan memiliki makna yang sempit. Disamping itu, Aristoteles juga membagi keadilan menjadi dua macam, yaitu:
1.    Keadilan distributif
2.    Keadilan korektif[7]
Keadilan distributif dijalankan dalam distribusi kehormatan, kemakmuran dan aset-aset lain yang dapat dibagi dari komunitas yang bisa dialokasikan diantara para anggotanya secara merata atau tidak merata oleh legislator. Prinsip keadilan distributif adalah kesetaraan yang proposional (seimbang). Keadilan korektif merupakan keadilan yang menyediakan prinsip korektif dalam transaksi privat. Keadilan korektif dijalankan oleh hakim dalam menyelesaikan perselisihan dan memberikan hukuman terhadap para pelaku kejahatan.
Josef Pieper membagi keadilan menjadi empat macam yang meliputi:
1.    Iustitia commutative;
2.    Iustatia distributive;
3.    Iustatia legalis atau generalis;
4.    Iustatia protectiva (ciong)[8]
Iustatia commutativa yang mengatur perhubungan seseorang demi seseorang. Iustatia distributiva yang mengatur perhubungan masyarakat dengan manusia seseorang. Iustatia legalis atau generalis, yang mengatur hubungan perseorangan dengan keseluruhan masyarakat. Isutatia protectiva (ciong) yaitu keadilan yang memberikan kepada masing-masing pangayoman (perlindungan) kepada manusia pribadi.
Pembagian keadilan yang disajikan oleh Josef Pieper merupakan pengembangan dari pandangan yang dikemukakan oleh Aristoteles. Namun Josef Pieper hanya menambahkan satu jenis keadilan yaitu iustitia protectiva (ciong).
St. Thomas Aquinas membagi keadilan, khususnya keadilan ekonomi ke dalam tiga jenis yang meliputi:
1.    Commutative justice
2.    Distributive justice
3.    Social justice[9]
Commutative justice adalah berkaitan dengan beroperasinya ekonomi pasar yaitu penghormatan terhadap kontrak dan hak milik pribadi. Individu mempunyai kepentingan yang alamiah, asal tidak melukai orang lain. Distributive justice adalah penting untuk berfungsinya ekonomi. Hal ini berkenan dengan pertanyaan bagaimana membagikan keuntungan kegiatan ekonomi. Bagaimana membagi “kue ekonomi” adalah penting untuk alasan kegiatan ekonomi. Social justice berkenan dengan kebutuhan ekonomi untuk mempunyai structures dan institutions, jika hubungan ekonomi tidak baik akan berakibat kurangnya produktivitas.

KESIMPULAN
Uraian dalam tulisan ini adalah sedikit khasanah pemikiran keadilan yang berkembang sepanjang sejarah peradaban manusia, sesuai dengan semangat zamannya, situasi politik, dan pandangan hidup yang berkembang. Untuk mempelajari keadilan memang sebuah aktivitas yang tidak ringan, apalagi mencoba merumuskannya sesuai dengan semangat zaman saat ini.
Masalah keadilan bukanlah masalah yang baru dibicarakan para ahli, namun pembicaraan tentang keadilan telah dimulai sejak Aristoteles sampai dengan saat ini. Perbincangan tentang keadilan rasanya merupakan suatu kewajiban, mengingat salah satu tujuan hukum adalah keadilan dan ini merupakan salah satu tujuan hukum yang paling banyak dibicarakan sepanjang perjalanan sejarah hukum.
Namun kesulitan tersebut bukan berarti bahwa studi-studi tentang keadilan harus dikesampingkan. Untuk kalangan hukum, studi keadilan merupakan hal yang utama, sebab keadilan adalah salah satu tujuan hukum, bahkan ada yang menyatakan sebagai tujuan utamanya.
Mempelajari hukum tanpa mempelajari keadilan sama dengan mempelajari tubuh tanpa nyawa. Hal ini berarti menerima perkembangan hukum sebagai fenomena fisik tanpa melihat desain rohnya. Akibatnya bisa dilihat bahwa studi hukum kemudian tidak berbeda dengan studi ilmu pasti rancang bangun yang kering dengan sentuhan keadilan.
Aristoteles, seorang filosof yang pertama kali yang merumuskan arti keadilan mengatakan bahwa keadilan adalah memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi haknya, fiat jutitia bereat mundus.

DAFTAR PUSTAKA
Algra, dkk., Mula Hukum (Jakarta: Binacipta, 1983)
--------- Algra, N.E., dkk, Kamus Istilah Hukum Fockema Andreae Belanda-Indonesia (Jakarta: Binacipta 1983)
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1989)
H. Salim H.S dan Erlies Septiana Nurbani, Penerapan Teori Hukum pada Penelitian Tesis dan Desertasi, Buku Kedua (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2014)
Kelsen Hans, Teori Umum Tentang Hukum dan Negara (Bandung: Nusa Media, 2006)
-------- Kelsen Hans, Dasar-Dasar Hukum Normatif (Bandung: Nusa Media, 2008)
Notonegoro, Pancasila Secara Ilmiah Populer (Jakarta: Pancoran Tujuh Bina Aksara, 1971)
Notohamidjojo, Demi Keadilan dan Kemanusiaan (Salatiga: BPK Gunung Mulia, 1975)
Rato, Dominikus, Filsafat Hukum: Mencari, Menemukan dan Memahami Hukum, (Surabaya: LaksBang Justitia, 2011)
Rajagukguk, Erman, Filsafat Hukum Ekonomi (Jakarta: Bahan Kuliah, telegrafic transfer (Tt)


[1] Rato, Dominikus, Filsafat Hukum: Mencari, Menemukan dan Memahami Hukum, (Surabaya: LaksBang Justitia, 2011) hlm. 64
[2] Algra,dkk, Mula Hukum (Jakarta: Binacipta, 1983), hlm. 7
[3] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta Balai Pustaka, 1989), hlm. 6-7
[4] Karen Lebacqz, Six Theories of Justice (Teori-teori Keadilan), penerjemah Yudi Santoso, (Bandung: Nusa Media, 2011), hlm. 23
[5] Notonegoro, Pancasila Secara Ilmiah Populer, (Jakarta, Pancoran Tujuh Bina Aksara, 1971), hlm. 98
[6] Hans Kelsen, Dasar-Dasar Hukum Normatif, (Bandung: Nusa Media, 2008), hlm. 146
[7] Ibid, Hlm. 146-148
[8] Notohamidjojo, Demi Keadilan dan Kemanusiaan (Salatiga, BPK Gunung Mulia, 1975), Hlm. 29
[9] Erman Rajagukguk, FIlsafat Hukum Ekonomi, (Jakarta: Bahan Kuliah, Tr), Hlm. 10

Tidak ada komentar:

Posting Komentar