Foto hanya ilustrasi |
Lawrence M. Friedman mengemukakan
bahwa efektif dan berhasil tidaknya penegakan hukum tergantung tiga unsur
sistem hukum, yakni struktur hukum (struktur
of law), substansi hukum (substance
of the law) dan budaya hukum (legal
culture). Struktur hukum menyangkut aparat penegak hukum, substansi hukum
meliputi perangkat perundang-undangan dan budaya hukum merupakan hukum yang
hidup (living law) yang dianut dalam
suatu masyarakat.
Tentang struktur hukum Friedman
menjelaskan (Lawrence M. Friedman, 1984 : 5-6): “To begin with, the legal sytem has the structure of a legal system
consist of elements of this kind: the number and size of courts; their
jurisdiction …Strukture also means how
the legislature is organized …what procedures
the police department follow, and so on. Strukture, in way, is a kind of crosss
section of the legal system…a kind of still photograph, with freezes the
action.”
Struktur dari sistem hukum terdiri
atas unsur berikut ini, jumlah dan ukuran pengadilan, yurisdiksinnya (termasuk
jenis kasus yang berwenang mereka periksa), dan tata cara naik banding dari
pengadilan ke pengadilan lainnya. Struktur juga berarti bagaimana badan
legislative ditata, apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh presiden, prosedur
ada yang diikuti oleh kepolisian dan sebagainya. Jadi struktur (legal struktur) terdiri dari lembaga
hukum yang ada dimaksudkan untuk menjalankan perangkat hukum yang ada.
Struktur adalah Pola
yang menunjukkan tentang bagaimana hukum dijalankan menurut ketentuan-ketentuan
formalnya. Struktur ini menunjukkan bagaimana pengadilan, pembuat hukum dan
badan serta proses hukum itu berjalan dan dijalankan.
Di Indonesia misalnya jika kita
berbicara tentang struktur sistem hukum Indonesia, maka termasuk di dalamnya
struktur institusi-institusi penegakan hukum seperti kepolisian, kejaksaan dan
pengadilan (Achmad Ali, 2002 : 8).
Substansi hukum menurut Friedman
adalah (Lawrence M. Friedman, Op.cit) : “Another
aspect of the legal system is its substance. By this is meant the actual rules,
norm, and behavioral patterns of people inside the system …the stress here is
on living law, not just rules in law books”.
Aspek lain dari sistem hukum adalah
substansinya. Yang dimaksud dengan substansinya adalah aturan, norma, dan pola
perilaku nyata manusia yang berada dalam system itu. Jadi substansi hukum
menyangkut peraturan perundang-undangan yang berlaku yang memiliki kekuatan
yang mengikat dan menjadi pedoman bagi aparat penegak hukum.
Sedangkan mengenai budaya hukum, Friedman
berpendapat : “The third component of
legal system, of legal culture. By this we mean people’s attitudes toward law
and legal system their belief …in other word, is the climinate of social
thought and social force wicch determines how law is used, avoided, or abused”.
Kultur hukum menyangkut budaya hukum
yang merupakan sikap manusia (termasuk budaya hukum aparat penegak hukumnya)
terhadap hukum dan sistem hukum. Sebaik apapun penataan struktur hukum untuk
menjalankan aturan hukum yang ditetapkan dan sebaik apapun kualitas substansi
hukum yang dibuat tanpa didukung budaya hukum oleh orang-orang yang terlibat
dalam sistem dan masyarakat maka penegakan hukum tidak akan berjalan secara
efektif.
Hukum sebagai alat untuk mengubah
masyarakat atau rekayasa sosial tidak lain hanya merupakan ide-ide yang ingin
diwujudkan oleh hukum itu. Untuk menjamin tercapainya fungsi hukum sebagai
rekayasa masyarakat kearah yang lebih baik, maka bukan hanya dibutuhkan
ketersediaan hukum dalam arti kaidah atau peraturan, melainkan juga adanya
jaminan atas perwujudan kaidah hukum tersebut ke dalam praktek hukum, atau
dengan kata lain, jaminan akan adanya penegakan hukum (law enforcement) yang baik (Munir Fuady, 2003 : 40). Jadi
bekerjanya hukum bukan hanya merupakan fungsi perundang-undangannya belaka,
malainkan aktifitas birokrasi pelaksananya (Acmad Ali, 2002 : 97).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar